Kamis, 6 Februari 2025 10:06 WIB
62
|-
MELODI LEMBUT TETESAN HUJAN
Azhira Qailani Aptin
Jatuh dari langit, menembus udara, menghantam tanah, datang dengan berbagai bentuk, dari tetesan lembut hingga badai yang mengguncang. Biasanya aku tidak peduli siapa yang aku basahi, siapa yang aku tenangkan, atau siapa yang aku ganggu dengan kehadiranku. Tapi kali ini kehadiranku dibutuhkan oleh seorang gadis muda yang menjadikan teman dekatnya. Seorang gadis muda yang selalu duduk di meja belajarnya. Matanya kosong, tampak letih. Luna, menjadi panggilan yang sering kudengar memanggilnya.
Hujan turun dengan derasnya, membasahi segala yang ada di sekitarnya. Di balik jendela kamar yang sedikit terbuka, gadis lima belas tahun, kelas sepuluh SMA itu duduk termenung, memikirkan peringkat yang mulai merosot, menjadi sebuah kenyataan sulit yang harus diterimanya. Sebelumnya, dari kelas satu SD hingga kelas sembilan SMP, Luna selalu menjadi yang terbaik. Tetapi, begitu masuk SMA, semuanya berubah. Prestasinya mulai menurun.
“Ibu, maaf aku nggak bisa seperti dulu lagi,” gumamku pelan, menatap buku yang terbuka di depan, dengan mata yang mulai terasa berat, menahan air mata. di luar sana, suara hujan semakin keras. Seolah-olah ingin menutupi berisiknya dunia dengan setiap tetesannya tetapi bagiku, suara itu bisa menenangkan hati.
Dari ruang tamu, terdengar suara ibu yang sedang berbicara dengan lantang,
“Luna, kamu harusnya sadar kalau nilai kamu tuh makin jelek aja! Belajar! Jangan cuma males-malesan!” ucapnya seperti biasa
“Iya mah” balas ku pelan dari kamar. Sebenarnya aku ingin tidak terlalu menghiraukan perkataan ibuku,karena aku tau meskipun ditanggapi Panjang lebar, ibu pasti akan meneriakinya hal yang sama berulang ulang,
“Hahh.. Kabur aja dari sini, boleh gak sih?” gumamku pelan yang semakin aneh, entah apa pikirku saat itu. Hanya suara hujan yang membuatku merasa sedikit tenang. Hujan memang selalu datang tepat ketika aku merasa tertekan.
Ayahnya? Ia sibuk dengan pekerjaannya, selalu meninggalkan Luna dengan kesepian. Tak pernah ada waktu untuk keluarga. Di saat-saat seperti ini, hanya suara hujan yang bisa menemani.
Hujan… Suara itu selalu ada, seakan mengerti perasaan Luna. Selalu datang tepat waktu.
Malam itu, saat liburan semester satu tiba, Ibu Luna memaksanya untuk tetap belajar meskipun tidak ada ujian lagi.
“Kamu harus tetap belajar, Luna. Jangan sampai prestasimu semakin menurun.” ucap ibunya lantang.
“Tapi Bu ...” belum sempat aku memberi penjelasan, Ibu menyela.
“Ibu yang peringkat mulu dari SD sampai lulus SMA aja, kerjanya Cuma gini-gini aja Luna! mau jadi apa kamu baru masuk SMA aja nilai kamu udah turun!”
“Tapi gak semuanya ditentukan oleh peringkat kan Bu” gumam ku pelan,sambil berjalan menuju kamar.
Luna menghela napas panjang. Ia tahu, jika ia menolak, pasti akan ada konsekuensinya. Ibu Luna bukan tipe orang yang mudah dibujuk. Jadi, ia hanya mengangguk pelan.
Seorang teman menelepon dan mengajak Luna pergi jalan-jalan ke pusat kota, Luna ingin merasakan adanya sedikit kebebasan yang bisa ia rasa.
"Ayo, Luna! Kita jalan-jalan sebentar. Masa gak dibolehin!" rayu temannya
Luna menatap ponselnya, berpikir sejenak. Ia ingin sekali keluar, merasakan kebebasan, tanpa harus terjebak dalam tekanan belajar. Tetapi, ia tahu, ibu pasti akan melarangnya.
“Ibuku pasti nggak akan setuju Na,” balas Luna.
Suara hujan semakin deras di luar. Luna merasa seakan hujan itu sedang menemaninya, berbincang dengannya, menyadarkan bahwa ia merasa begitu terkekang.
Ia berpikir sejenak, lalu tiba-tiba, ia merasa sangat ingin melepaskan diri dari semuanya. Matanya yang sudah berkaca-kaca mulai meneteskan air mata. Ia bergegas menutup pintu kamarnya, ingin sejenak menyendiri.
"Kenapa aku harus terus begini?" bisiknya sambil meremas bantal.
Suara hujan yang deras membuatnya merasa sedikit lebih tenang lagi! Hujan selalu datang saat ia merasa sendirian.
Hari-hari berlalu dengan cepat. Liburan selesai, dan Luna kembali ke rutinitas belajar yang tak pernah berakhir. Nilai-nilainya tetap sama. Tak ada perubahan. Ia merasa seperti terjebak dalam lingkaran tanpa ujung.
Hujan kembali turun. Kali ini, lebih ringan, seperti ingin menemani Luna yang terperangkap dalam kesepian.
Hari ini kedua orang tua Luna pergi bekerja bersama, ia memutuskan untuk mengambil kesempatan ini. Tanpa berpikir panjang, ia pergi ke pusat kota, meski hujan masih mengguyur. Luna merasa sedikit bahagia. Tak ada beban yang terasa, meskipun hanya untuk sementara.
Aku jatuh seperti biasa. menghantam tanah. berdebur. tercerai-berai bak sebuah teratai. lalu engkau datang. membasahi diri dengan jas hujan kusammu itu. dengan bilah mata sendu.
"Tutupi kesedihanku. aku tidak ingin dunia tahu." ucapnya.
Aku tergelak, "memangnya dunia peduli?" kamu terdiam, lalu tertawa miris.
Kepalamu mengadah," Diperjalanan ini, tidak akan ada matahari, ya?" gumammu.
Nyaris kujawab, "tidak akan." tetapi tertahan ketika aku melihat sesosok yang ikut bergabung mengguyur diri. ia tergesa. seperti tidak tahu mau ke mana. tapi aku tahu ia mau ke mana, dan ia juga tahu harus ke mana.
Aku katakan padamu, "lihatlah." kemudian, kamu pun melihat mataharimu.
Suara di samping telinga membuatnya terkejut. Temannya, Raina, tersenyum kepadanya.
“Luna, akhirnya aku bisa liat kamu jalan-jalan dipusat kota. Udah lama banget aku mau keliling-keliling disini bareng kamu tau” ucap Raina Bahagia sambil memeluk Luna
“Kamu kenapa sih, susah banget kalau diajak jalan-jalan, padahal kan lepas dari buku sebentar aja bukan jadi masalah besar” lanjutnya
Luna terdiam. Ia tahu Raina mencoba mencairkan suasana. “Iya Raina aku tau, Aku terjebak dalam hidupku sendiri.”
Raina tersenyum dan mengangkat dagunya sedikit, “Kalau begitu, kamu harus mulai mencari jalan sendiri. Jangan terjebak dalam tekanan orang lain.”
Luna tersentak, Raina benar. Ia selama ini selalu berusaha memenuhi harapan orang tuanya, namun justru malah semakin kehilangan dirinya sendiri.
“Tapi... bagaimana?” tanya Luna, suara sedikit gemetar.
Raina menepuk bahu Luna, “Jalanmu tidak harus seperti orang lain Luna. Kamu yang tahu apa yang terbaik untuk diri kamu.”
Luna menatap jalan di depan, yang basah karena hujan.Akhirnya, ia sadar akan hal yang ia ragukan selama ini dan merasakan kelegaan.
“Aku ingin mencoba sesuatu yang baru,” gumamnya.
Saat itu, Luna memutuskan untuk kembali pulang. Tidak lagi terikat dengan harapan orangtuanya. Ia harus menemukan jalannya sendiri, tanpa paksaan. Sesampainya di rumah, tak lama kedua orangtuanya balik dari pekerjaannya.Luna menghadap orang tuanya yang sedang duduk di ruang tamu. Ia menarik napas panjang.
“Ibu, Ayah, aku ingin bicara,” kata Luna, dengan suara yang tegas.
Ibunya menatapnya tajam, sementara ayahnya hanya diam.
“Aku tidak ingin terus dipaksa untuk menjadi seperti dulu. Aku ingin menemukan jalan hidupku sendiri,” lanjut Luna, matanya menatap lurus pada kedua orang tuanya.
Ibunya hampir membantah, namu ayahnya mencoba menahan ibunya, memberi isyarat agar ibu Luna diam.
“Biarkan Luna mencoba jalannya” kata Ayah. “Terkadang, kita tidak bisa memaksakan apa yang kita inginkan untuk orang lain. Jika Luna bahagia dengan jalannya, kita harus memberinya kesempatan.”
Luna merasa lega. Ia tahu ini bukanlah akhir dari segalanya. Ini adalah awal dari perjalanan baru dalam hidupnya.
Dengan senyum yang tulus, Luna berkata, “Terima kasih, Ayah. Terima kasih, Ibu. walaupun bukan bagian dari peringkat kelas, Aku akan berusaha menjadi yang terbaik, dengan cara yang Aku yakini.”
Dan, di luar sana, hujan turun dengan lembut, seolah-olah merestui setiap langkah Luna menuju masa depannya yang baru.
TAMAT
PESAN
Kisah ini mengajarkan bahwa tidak ada gunanya memaksakan diri untuk mengikuti jalan orang lain jika kita sendiri tidak merasa nyaman atau bahagia. Terkadang, jalan terbaik adalah yang kita ciptakan sendiri, belajar memahami diri sendiri dan menjalani hidup sesuai dengan keinginan dan potensi kita.
Seperti hujan yang selalu datang dan pergi, hidup pun penuh dengan perubahan. Kita harus siap untuk beradaptasi, dan yang terpenting, kita harus menemukan kebahagiaan dalam perjalanan kita sendiri.
Informasi kegiatan sekolah dapat dilihat melalui media sosial kami dibawah ini :
Facebook : Perpustakaan Smansatob
Instagram : @perpus.smansatob
Tik Tok : @perpusjendelailmusma1tob
Websaite Perpustakaan : bit.ly/Perpus_sman1tob
Websaite Sekolah : sman1toboali.sch.id